Kamis, 19 September 2019

MERENUNGI ANTARA ANUGERAH DAN MUSIBAH

Gambar mungkin berisi: awan, langit, teks dan alam
Rezeki itu anugerah. Tapi berupa apa? Jika direnungi, rezeki itu bukan kasur, tapi tidur yang nyenyak. Bukan rumah, tapi kenyamanan hati di dalamnya. Bukan dapat uang lebih, tapi rasa syukur yang berkecukupan.
Rezeki itu bukan waktu luang, tapi kemanfaatan untuk orang ramai. Bukan jodoh, tapi sakinah mawaddah warahmah. Bukan anak, tapi keberlanjutan taat hingga lintas generasi.
Maka lihat pula dari sisi yang sama kepada musibah dan ujian. Musibah itu bukan pahitnya obat, sebab kita berobat dengannya. Bukan pasangan yang melarang ini dan itu, sebab itu penjagaan dan ketulusan. Bukan anak yang merengek, sebab di sana ada madrasah tanggung jawab. Bukan keterbatasan materi, tertundanya kelapangan, dan seterusnya.
Bahkan hidup dan mati bukan anugerah. Bukan juga musibah. Allah menciptakan keduanya, serta mengirimkan banyak sekali hal yang tidak kita sukai di dalamnya hari ini namun baru kita syukuri keajaibannya di kemudian hari.
Musibah dan anugerah, sejatinya memang bukan apa-apa di dunia ini, melainkan bagaimana respon kita. Itulah yang nanti akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
“Dia (Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengujimu siapa yang paling baik perbuatannya.” (QS al-Mulk: 2).
Tuh, bukan tentang siapa yang paling banyak memperoleh materi, paling banyak kesempatan, paling banyak anak, atau paling cepat dapat jodoh, paling menanjak karir, paling paling paling. Semua itu bayang. Maka yang bakal Allah hitung bukan itu semua, tapi bagimana kita memerankan kehidupan dengan cara terbaik. Itulah anugerah. Itulah rezeki.
Sayang jika kita menggadaikan kebahagiaan, ribut, saling siku, menepuk-nepuk dada, atau berebut panggung, untuk memperjuangkan bayangan, sedangkan isinya terbang. Luput. Hilang. Itulah bencana. Itulah musibah.
.

0 komentar :